Syukurku di Hari Ini

0
hari ini adalah sebuah pengulangan. pengulangan setiap napas sejak 19 tahun yang lalu. ketika pertama kali aku yang belum mengenal apa-apa di tempat yang penuh dengan apa-apa. yang semakin hari membuatku semakin menjadi manusia pada hakikatnya. aku yang dulu hanya beberapa puluh centimeter panjangnya, berapa kilo beratnya, tapi ada detak jantung di nadi dan dada. yang hanya bisa meronta dan meminta, merengek dan tersedu-sedu ketika bapk ibu tak menuruti mauku. kini, seiring bertambah banyaknya pengulangan-pengulangan dalam hidupku, aku semakin tahu. betapa kecilnya aku, aku bukan lagi bayi di depan cermin perilaku. aku kerdil dengan jubah compang-camping agama. tapi aku masih tahu Tuhan, karena Dia masih memberiku tempat bicara tentang sesuatu yang terkunci dari kasat mata siapa saja. hanya padaMu semata.
bolehkah aku berkata, semakin banyak perulangan aku semakin sadar tentang pentingnya hidup dan menghidupkan hidup. yang harus dijalani dengan santai penuh strategi. aku bukan munafik yang tidak hedonis. bagiku, yang telah menua, esok adalah hari penuh tanda tanya yang semakin terlihat alurnya, semakin jelas aku harus jadi wonder women di era yang semakin menggila...  terimakasih pada semua kekasih yang melimpahiku kasih hingga aku sanggup mengasihi, dan padaMu kekasih sejati.

0 komentar:

idealismeku

0
setiap orang punya sisi individual yang ingin dihargai. kita tidak bisa memaksa mereka mengerti pemahaman kita. kita tidak seharusnya mengeluhkan perbedaan itu, karena?sadar atau tidak, ketika kita banyak mengeluh pada mereka, mungkin dalam hati mereka sedang mengeluhkan kita. idealisme saya tidak memaksa siapapun, idealisme saya mengakui idealisme-idealisme mereka, tapi ketika idelisme saya diinjak-injak... saya hanya hanya akan berkata "anda tidak mengerti saya".

0 komentar:

Sinopsis Novel Siti Nurbaya

1

Novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli


    Saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, ibunya meninggal. Inilah titik awal penderitaan hidup Siti Nurbaya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman, ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang terkemuka di kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.

    Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman. Maka dengan seluruh orang suruhanya, yaitu pendekar lima, pendekar empat serta pendekar tiga, serta yang lainnya Datuk Maringgih memerintahkan untuk membakar toko Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikan oleh Datuk Maringgih. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tidak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Hutang tersebut dapat dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya kepada Datuk Maringgih.

    Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman yang memang sudah tak sanggup lagi membayar hutang-hutangnya tidak menemukan pilihan lain selain yang ditawarkan oleh Datuk Maringgih. Yaitu menyarahkan puterinya Siti Nurbaya kepada Datuk Maringgih untuk dijadikan istri.

    Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda belia harus menikah dengan Datuk Maringgih yang tua bangka dan berkulit kasar. Lebih sedih lagi ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah di stovia, Jakarta. Sungguh berat memang, namun demi keselamatan dan kebahagiaan ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatan dirinya dengan Datuk Maringgih.

    Samsulbahri yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya. Dia sangat terpukul oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu padanya kandas sudah. Dan begitupun dengan Siti Nurbaya sendiri, hatinya pun begitu hancur pula, kasihnya yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas sudah akibat petaka yang menimpa keluarganya.

    Pada suatu hari ketika Samsulbahri sedang liburan kembali ke Padang, ia dapat bertemu empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgih sehingga terjadi keributan. Datuk Maringgih sangat marah melihat mereka berdua yang sedang duduk bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih berusaha menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau membiarkan kekasihnya dianiaya, maka Datuk Maringgih dia pukul hingga terjerembab jatuh ketanah. Karena saking kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring karena sakit keras karena derita beruntun yang menimpanya. Mendengar teriakan anak yang sangat dicinatianya itu baginda Sulaiman berusaha bangkit, tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir.

    Mendengar itu, ayah Samsulbahri yaitu Sultan Mahmud yang kebetulan menjadi penghulu kota Padang, malu atas perbuatan anaknya. Sehingga Samsulbahri diusir dan harus kembali ke Jakarta dan ia benrjanji untuk tidak kembali lagi kepada keluargannya di Padang. Datuk Maringgih juga tidak tinggal diam, oleh karena itu Siti Nurbaya diusirnya, karena dianggap telah mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke kampunyanya dan tinggal bersama bibinya. Sementara itu Samsulbahri yang ada di Jakarta hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah merebut kekasihnya.

    Siti Nurbaya yang mendengar bahwa kekasihnya diusir orang tuanya, timbul niatnya untuk pergi menyusul Samsulbahri ke Jakarta. naumun di tengah perjalanan dia hampir meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya diselamatkan oleh seseorang yang telah memegang bajunya hingga dia tidak jadi jatuh ke laut.

    Tetapi, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya berikutnya menunggunya di daratan. Setibanya di Jakarta,Karena dengan siasat dan fitnah dari Datuk Mariggih Siti Nurbaya ditangkap polisi, karena surat telegram Datuk Maringgih yang memfitnah Siti Nurbaya, bahwa dia ke Jakarta telah membawa lari emasnya atau hartanya. Sehingga memaksa Siti Nurbaya kembali dengan perantaraan polisi.

    Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang beracun yang sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar oleh Samsulbahri sehingga ia menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan tetapi mujurlah karena ia tak meninggal. Sejak saat itu Samsulbahri tidak meneruskan sekolahnya dan memasuki dinas militer.

    Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering terjadi huru-hara dan tindak kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim untuk melakukan pengamanan. Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri menembaknya. Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala Samsulbahri dengan parangnya.

   
    Samsulbahri alias Letnan Mas segera dilarikan ke rumah sakit. Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah Samsulbahri juga sangat menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu ketika kejadian Samsulbahri memukul Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang, yang sangat melanggar adat istiadat dan memalukan itu. Setelah berhasil betemu dengan ayahnya, Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dia minta kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya Siti Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama untuk selama-lamanya.

1 komentar:

Sinopsis Layar Terkembang

0

 Novel Layar Terkembang karya S. Takdir Alisyahbana

    Tuti adalah putri sulung Raden Wiriatmadja. Dia dikenal sebagai seorang gadis yang pendiam teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti yang selalu serius dan cenderung pendiam sangat berbeda dengan adiknya Maria. Ia seorang gadis yang lincah dan periang.
    Suatu hari, keduanya pergi ke gedung akuarium. Ketika sedang asyik melihat-lihat ikan, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggap di Martapura, Sumatra Selatan.
    Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan diantarnya Tuti dan Maria pulang. Bagi yusuf, perteman itu ternyata berkesan cukup mendalam. Ia selalu teringat kepada kedua gadis itu, dan terutama Maria. Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih banyak tertumpah. Menurutnya wajah Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang selalu tersenyum itu, memancarkan semangat hidup yang dinamis.
    Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia bertemu lagi dengan Tuti dan Maria di depan Hotel Des Indes. Yusuf pun kemudian dengan senang hati menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat mereka bercakap-cakap mengenai berbagai hal.
    Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak sudah bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
    Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres Putri Sedar yang berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan emansipasi wanita. Suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk memajukan kaumnya.
    Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura. Sesungguhnya ia bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama keindahan tanah leluhurnya, namun ternyata ia tak dapat menghilangkan rasa rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian, datang pula kartu pos dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya, surat Maria datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalannya bersama Rukamah, saudara sepupunya yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu, Yusuf memutuskan untuk kembali ke Jakarta, kemudian menyusul sang pujaan hati ke Bandung. Setelah mendapat restu ibunya, pemuda itu pun segera meninggalkan Martapura.
    Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua sejoli itu pun melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di sekitar air terjun di Dago. Dalam kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.
    Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Sesungguhpun demikian pikiran Tuti tidak urung diganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat pula ia pada teman sejawatnya, Supomo. Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya kepada Tuti.
    Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan sabar. Saat itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk meminta jawaban Tuti perihal keinginandsnya untuk menjalin cinta dengannya. Sesungguhpun gadis itu sebenarnya sedang merindukan cinta kasih seorang, Supomo dipandangnya sebagai bukan lelaki idamannya. Maka ia menulis surat penolakannya.
    Sementara itu, keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian diputuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Ternyata menurut keterangan dokter, Maria mengidap penyakit TBC. Dokter yang merawatnya menyarankan agar Maria dibawa ke rumah sakit TBC di Pacet, Sindanglaya JawaBarat.
    Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan yang makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah menerima kenyataan.
    Pada suatu kesempatan, disaat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan, tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
    Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini tampak makin akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun rupanya sudah tak dapat berbuat lebih banyak lagi. Kemudian setelah Maria sempat berpesan kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah tangga, Maria mengjhembuskan napasnya yang terakhir. “Alangkah bahagianya saya di akhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain”. Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria. Lalu sesuai dengan pesan tersebut Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali melangsungkan perkawinan karena cinta keduanya memang sudah mulai tumbuh bersemi.

0 komentar:

contoh analisis tindak tutur (speech act)

0
ANALISIS KORPUS DATA LISAN


A: Ga, ndek ndi obate? (1)
(Ga, obatnya dimana?)
    Pada (1) merupakan tindak tutur ilokusi direktif meminta informasi. Yaitu A meminta infomasi pada B tentang letak obat.
B: Ndek duwur lemariku, Mbak.(2)
(Di atas lemariku, Mbak.)
    Pada (2) merupakan tindak tutur ilokusi representatif berupa pemberian informasi (jawaban) oleh B atas pertanyaan A tentang letak obat. B memberikan informasi pada A bahwa obat terletak di atas lemari B.
A: Aku njaluk yo?(3)
(Aku minta ya?)
    (3) merupakan tindak tutur ilokusi direktif meminta persetujuan. A meminta persetujuan untuk memakai obat B.
B: Iyo, Mbak. Perih lo tapi rasane.(4)
(Iya, Mbak. Tapi rasanya perih lo.)
    (4) merupakan tindak tutur representatif berupa persetujuan. B menyetujui jika A akan menggunakan obatnya. Kemudian B melakukan tindak tutur ilokusi representatif yang berupa pemberian pernyataan bahwa obat itu akan menimbulkan rasa perih jika digunakan.
A: Bene wes, njajal. Mripatku loro iki sing kiri.(5)  
(Biar aja, nyoba. Mataku yang kiri sakit.)
    (5) merupakan tindak tutur ilokusi komisif yaitu mengusulkan. A mengusulkan agar dirinya sendiri mencoba untuk menggunakan obat B. Kemudian A mengeluh bahwa matanya yang kiri sakit kepada B yang merupakan tindak tutur ilokusi representatif pengeluhan.
B: Ok. Kon netesne Titi ae lo, Mbak.(6)
(Ok. Kon netesne Titi aja, Mbak.)
    (6) merupakan tindak tutur representatif berupa persetujuan. B menyetujui kemauan A untuk menggunakan obatnya. Kemudian B melakukan tindak tutur lokusi. Tindakan menetesi dalam kalimat ini mengarah pada orang ketiga, Titi.
A: ok, suwun yo.(7)
(Ok, makasih ya.)
    Pada (7) terdapat tindak tutur ilokusi ekspesif berterimakasih. A menunjukkan sikap psikologisnya yang berupa rasa terima kasih pada B.
C: Ga, piye kae?(8)
(Ga, gimana itu?)
    (8) merupakan tindak tutur ilokusi representatif pengeluhan. C mengeluh pada B tentang apa yang sedang terjadi.
B: Opo lo, Ti?(9)
(Apa lo Ti?)
    (9) merupakan tindak tutur ilokusi direktif meminta informasi. B meminta penjelasan C tentang apa yang sedang terjadi.
C: Mbak Eva bengok-bengok perih. Deloken ndek kamar yo!(10)
(Mbak Eva teriak-teriak perih. Lihat di kamar yuk!)
    Pada (8) C memberikan informasi pada B bahwa A berteriak-teriah perih yang merupakan tindak tutur ilokusi representatif pelaporan. Kemudian C melakukan tindak tutur ilokusi komisif mengusulkan agar B&C melihat keadaan A di kamar.
B: hahaha, ayo.(11)
    (11) merupakan tindak tutur representatif berupa persetujuan. B menyetujui usul C untuk melihat A di kamar.
C: piye Mbak Ev? Wes iso melek?(12)
(Gimana Mbak Ev? Udah bisa melek?)
    (12) merupakan tindak tutur ilokusi ekspresif belasungkawa. C mengekspresikan sikap psikologisnya pada  A yang berupa rasa ikut prihatin.
A: perih Ti gawe melek.(13)
(Perih Ti buat melek.)
    (13) merupakan tindak tutur ilokusi representatif pengeluhan. A mengeluh pada C bahwa matanya sakit buat melek.
B: aku kan wes ngomong perih, Mbak. Nggak ngapusi ta.(14)
(Aku kan udah ngomong kalau perih. Nggak bohong kan.)
    (14) merupakan tindak tutur ilokusi deklarasi memantapkan. B memantapkan/membenarkan bahwa obat itu akan menimbulkan rasa perih seperti yang dirasakan oleh A.
A: Asem ok Ga awakmu. Perih banget ki.(15)
(Asem, Ga kamu. Perih banget nih.)
    (15) merupakan tindak tutur ilokusi ekspresif mengeluh. A menunjukkan kondisi psikologisnya yang memunculkan keluhan pada B.
C: obat opo sih Ga sing digawe kui?(16)
(Obat apa sih Ga yang dipakai itu?)
    (16) merupakan tindak tutur ilokusi direktif meminta informasi. C meminta informasi tentang obat yang dipakai A kepada B.
B:Propolis, Ti. Gawe ngobati mripate Mbak Eva, ben  awake dewe ketularan.(17)
(Propolis, Ti. Buat ngobati matanya Mbak Eva, biar kita nggak ketularan.)
    (17) merupakan tindak tutur ilokusi representatif memberikan informasi. B memberikan informasi kepada C tentang obat itu.
C: la kok sampai bengok-bengok ilo?(18)
(La kok sampai teriak-teriak?)
    (18) merupakan tindak tutur ilokusi direktif meminta konfirmasi. C meminta penjelasan kepada A&B kenapa efek dari obat bisa membuat A sampai berteriak-teriak.
A: perih banget, Ti. Mari iki awakmu sing njajal yo!(19)
(Perih banget, Ti. Habis ini kamu yang nyoba ya!)
    (19) A memberikan pernyataan kepada C bahwa setelah memakai obat itu rasanya matanya perih yang merupakan tindak tutur ilokusi representatif memberi pernyataan. Kemudian A melakukan tindak tutur ilokusi direktif menyuruh. A menyuruh C untuk mencoba memakai obat itu.
B: kan wi cara kerjane detoksifikasi. Dadi, racun-racune metu ngko. Deloken wi ndek tissune.(20)
(Kan cara kerjanya detoksifikasi. Jadi, racun-racunnya keluar nanti. Lihat tuh di tissunya.)
    (20)  merupakan tindak tutur ilokusi deklarasi memberi alasan. B memberikan konfirmasi atas pertanyaan C dengan memberikan alasan. Kemudian B melakukan tindak tutur ilokusi direktif  menyuruh. B menyuruh C untuk melihat tissu.
C: iyo sih, Ve. Regete metu ki.(21)
(Iya sih, Ve. Kotorannya keluar nih.)
    (21) merupakan tindak tutur ilokusi deklarasi memantapkan. C membenarkan pernyataan A.
B: pirang tetes wi mau lek netesi?(22)
(Tadi ditetesi berapa tetes?)
    (22)  merupakan tindak tutur ilokusi direktif meminta informasi. B meminta informasi kepada A&C tentang jumlah tetesan obat pada A.
C: siji, sing kiri tok jikan. (23)
(Satu, yang kiri aja masihan.)
    (23) merupakan tindak tutur ilokusi representatif memberi informasi. C menginformasikan pada B bahwa hanya satu tetes yang digunakan pada A.
B: wayae 2 tetes lo. Ditetesi maneh ye, Mbak?(24)
(Harusnya 2 tetes. Ditetesi lagi ya, Mbak?)
    (24) merupakan tindak tutur ilokusi representatif memberi konfirmasi. B memberikan konfirmasi mengenai jumlah yang seharusnya diteteskan pada A. Kemudian B melakukan tindak tutur representatif memberi saran pada A untuk menetesi sesuai takaran yang seharusnya.
A: emoh. Perih banget.(25)
(Nggak mau. Perih banget.)
    (25)  A menolak saran dari B untuk menetesi lagi matanya yang merupakan tindak tutur ilokusi representatif menolak saran.
B: Iyo, tapi ben mari, Mbak.(26)
(Iya, tapi biar sembuh, Mbak.)
    (26) merupakan tindak tutur ilokusi deklarasi menetapkan. B menetapkan hal itu harus dilakukan untuk kesembuhan A.

0 komentar: